FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA | Tugas Dari Prof. Dr. Marsigit, MA
FILSAFAT
PENDIDIKAN MATEMATIKA
Penjelasan
Filosofis terhadap beberapa Objek dan Fenomena Matematika di Sekolah serta
Identifikasi Persoalan Filosofis Pembelajaran Matematika di Sekolah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat
Ilmu
Dosen
Pengampu: Prof. Dr. Marsigit, M.A
Disusun oleh
Sri Ningsih
Sri Ningsih
19709251064
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
2019
FILSAFAT BILANGAN ASLI
Filsafat matematika adalah cabang dari
filsafat yang mengkaji anggapan-anggapan filsafat, dasar-dasar, dan
dampak-dampak matematika. Tujuan dari filsafat matematika adalah untuk
memberikan rekaman sifat dan metodologi matematika dan untuk memahami kedudukan
matematika di dalam kehidupan manusia. Matematika dan filsafat sangat erat
kaitannya dari dulu hingga sekarang. Matematik bersangkut paut dengan
sifat-sifat struktural dari simbol-simbol dan proses pengolahan terhadap
lambang-lambang. Simbol-simbol dianggap sebagai sasaran yang menjadi objek
matematik. Bilangan-bilangan miasalnya dipandang sebagai sifat-sifat struktural
yang paling sederhana dari benda-benda. Dengan simbolisme abstrak yang
dilepaskan dari sesuatu arti tertentu dan hanya menunjukkan bentuknya saja.
Kant mengemukakan bahwa ilmu
matematika merupakan contoh yang paling cemerlang tentang bagaimana akal murni
berhasil bisa memperoleh kesuksesannya dengan bantuan pengalaman. Von Neumann
percaya bahwa sebagian besar inspirasi matematika terbaik berasal dari
pengalaman. Riemann menyatakan bahwa
jika dia hanya memiliki teorema, maka ia bisa menemukan bukti cukup mudah.
Kaplansky menyatakan bahwa saat yang paling menarik adalah bukan di mana
sesuatu terbukti tapi di mana konsep baru ditemukan. Weyl menyatakan bahwa
Tuhan ada karena matematika adalah konsisten dan iblis ada karena kita tidak
dapat membuktikan matematika konsistensi ini.
Hilbert menyimpulkan bahwa ilmu matematika adalah kesatuan yang
konsisten, yaitu sebuah struktur yang tergantung pada vitalitas hubungan antara
bagian-bagiannya, dan penemuan dalam matematika dibuat dengan penyederhanaan
metode, menghilangnya prosedur lama yang telah kehilangan kegunaannya dan
penyatuan kembali unsur-unsurnya untuk menemukan konsep baru.
Immanuel Kant sendiri
mendasarkan pikirannya pada metafisika Wolff yang rasionalisme, pembentukan
rasionalisme didorong oleh semangat faber mundi (orang yang
menciptakan dunianya) dimana manusia melihat dirinya sebagai pusat dari
kenyataan. Semua filsafat berpusat pada manusia. Rene Descartes berujar :”Cogito,
ergo sum” (saya berpikir, maka saya ada). Descartes memulai filsafatnya
dengan kesangsian metodis. Sangsi akan segala hal. Jika saya sangsi akan segala
sesuatu, maka tinggal satu hal yang tak dapat saya sangkal, yaitu diri saya
yang sangsi. Manusia dengan demikian menjadi subjek atau titik tolak pemikiran.
Dalam empirisme pengalaman adalah dasar pengetahuan. Hume mengajukan teori
tentang dua macam persepsi. Pertama, kesan (impressions) yang diperoleh
langsung dari pengalaman. Kedua, pandangan (ideas) sebagai hasil
asosiasi atas kesan. Pengetahuan manusia didapat dari kedua hal ini. Karenanya
pengetahuan hanya seperangkat kepercayaan saja dan bukan kenyataan. Immanuel
Kant berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuan yang bersifat sintetik
apriori dimana eksistensi matematika tergantung dari pancaindra. Pada tahap
pemahaman inderawi (Sinneswahrnehmung), tiap manusia telah memiliki
ruang dan waktu (Raum und Zeit) sebagai unsur apriori yang mendahului
pengalaman. Menggunakan ruang dan waktu manusia memahami gejala (fenomena) atau
penampakan (eksistensi) dari segala sesuatu.
Hempel, CG, 2001, menegaskan
kembali apa yang telah dikemukakan oleh John Stuart Mill bahwa matematika
merupakan ilmu empiris yang berbeda dari cabang lain seperti astronomi, fisika,
kimia, dll, terutama dalam dua hal: materi pelajaran adalah lebih umum daripada
apapun lainnya dari penelitian ilmiah, dan proposisi yang telah diuji dan dikonfirmasi
ke tingkat yang lebih besar dibandingkan beberapa bagian yang paling mapan
astronomi atau fisika. Dengan demikian, sejauh mana hukum-hukum matematika
telah dibuktikan oleh pengalaman masa lalu umat manusia begitu luar biasa bahwa
kita telah dibenarkan olh teorema matematika dalam bentuk kualitatif berbeda
dari hipotesis baik dari cabang lain.
Dalam matematika
terdapat macam-macam bilangan seperti bilangan kompleks, bilangan imajiner,
bilangan real, bilangan irasional, bilangan rasional, bilangan bulat, bilangan
prima, bilangan cacah dan bilangan asli. Pada kesempatan ini akan membahas
terkait filsafat bilangan asli. Terdapat dua kesepakatan mengenai
himpunan bilangan asli. Yang pertama definisi menurut matematikawan
tradisional, yaitu himpunan bilangan bulat positif
yang bukan nol {1, 2, 3, 4, ...}. Sedangkan yang kedua definisi oleh logikawan
dan ilmuwan komputer, adalah himpunan nol dan bilangan bulat positif {0, 1, 2, 3, ...}. Bilangan
asli biasanya dilambangkan dengan huruf N. Bilangan asli merupakan salah satu
konsep matematika yg paling sederhana dan termasuk konsep pertama yang bisa
dipelajari dan dimengerti oleh manusia, bahkan beberapa penelitian menunjukkan
beberapa jenis kera juga bisa menangkapnya. Wajar apabila bilangan asli adalah
jenis pertama dari bilangan yang digunakan untuk membilang, menghitung, dsb.
Sifat yang lebih dalam tentang bilangan asli, termasuk kaitannya dengan bilangan prima,
dipelajari dalam teori bilangan. Untuk
matematika lanjut, bilangan asli dapat dipakai untuk mengurutkan dan
mendefinisikan sifat hitungan suatu himpunan. Setiap bilangan, misalnya bilangan
1, adalah konsep abstrak yg tak bisa tertangkap oleh indra manusia, tetapi
bersifat universal.
Salah satu cara memperkenalkan konsep himpunan semua bilangan asli sebagai
sebuah struktur abstrak adalah melalui aksioma
Peano (sebagai ilustrasi, lihat aritmetika Peano). Konsep
bilangan-bilangan yang lebih umum dan lebih luas memerlukan pembahasan lebih
jauh, bahkan kadang-kadang memerlukan kedalaman logika untuk bisa memahami dan
mendefinisikannya. Misalnya dalam teori matematika, himpunan semua bilangan rasional bisa
dibangun secara bertahap, diawali dari himpunan bilangan-bilangan asli.
Podnieks, K., 1992,
menyatakan bahwa konsep bilangan asli dikembangkan dari operasi manusia dengan
koleksi benda-benda kongkrit, namun tidak mungkin untuk memverifikasi
pernyataan seperti itu secara empiris dan konsep bilangan asli sudah stabil dan
terlepas dari sumber sebenarnya. Hubungan kuantitatif dari himpunan benda-benda
fisik dalam praktek manusia, dan mulai bekerja sebagai model mandiri yang
kokoh. Menurut dia, sistem bilangan asli adalah idealisasi hubungan-hubungan
kuantitatif; di mana orang memperolehnya dari pengalaman mereka dengan himpunan
dan ekstrapolasi aturan ke himpunan yang jauh lebih besar (jutaan hal) dan
dengan demikian situasi idealnya menjadi
nyata. Dia menegaskan bahwa proses idealisasi berakhir kokoh, tetap, dan
mandiri, sementara bangun-bangun
fisiknya berubah. Sementara konsep matematika diperoleh dengan cara melepaskan
sebagian besar sifat-sifatnya kemudian untuk memikirkan sebagian kecil sifat-sifat
tertentunya saja. Hal demikian yang
kemudian disebut sebagai abstraksi. Sementara sifat-sifat yang tersisa yang
memang harus dipelajari, diasumsikan bahwa mereka mempunyai sifat yang
sempurna; misal bahwa lurus adalah sempurna lurus, lancip adalah sempurna
lancip, demikian himpunanerusnya. Yang demikian itulah yang kemudian dikenal
sebagai idealisasi.
Dari beberapa paparan yang telah
disampaikan di atas, maka penulis akan mengidentifikasi persoalan dilosofis
pembelajaran matematika di sekolah yaitu pembelajaran konsep bilangan asli.
REFERENCE

Komentar
Posting Komentar